.|| Eropa Bolehkan Polwan Berjilbab, Kenapa Indonesia Tidak? ||.
Kebebasan untuk mengenakan jilbab semakin lama semakin berkembang dan
banyak yang mendukung pemakaian jilbab bagi Korps wanita Polri dan TNI.
Dukungan terus mengalir dari banyak pihak, bukan hanya perseorangan tapi
juga lembaga seperti MUI, Komnas HAM bahkan Kompolnas.
Di
beberapa negara yang mayoritas non-Muslim seperti di Hungaria, Swedia,
Inggris, Denmark, Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat (AS),
polisi dan Tentara Wanita Muslimah diperbolehkan mengenakan jilbab saat
bertugas. Padahal, sebagian besar penduduk di negara-negara tersebut
adalah Nasrani.
Mantan Ketua MPR-RI, Hidayat Nur Wahid,
menungkapkan, di Hungaria telah dibuat peraturan untuk Korps Polisi
Wanita (Polwan) yang mengenakan jilbab dengan pakaian dinas yang
dirancang sesuai dengan bahan dan kerudung yang serasi.
Di
Australia dan Selandia Baru banyak Polwan berjilbab yang sibuk mengatur
lalu lintas. Pun di Inggris, polwan berjilbab ada yang bertugas di
satuan sabhara atau reskrim, tidak hanya ditempatkan di satuan lalu
lintas saja. Di Denmark, mengizinkan Muslimah berjilbab untuk mengikuti
pendidikan militer. AS bahkan tidak melarang sejumlah tentara wanitanya
memakai jilbab ketika bertugas.
“Sudah semestinya tidak ada
lagi larangan bagi muslimah yang berkarier sebagai anggota TNI maupun
Polri untuk berjilbab. Apalagi jumlah anggota tentara perempuan dan
polwan Indonesia sebagian besar adalah muslimah,” ujar Hidayat.
Secara konstitusional, ungkap Hidayat, Indonesia menjunjung tinggi
kebebasan bagi warga negaranya untuk menjalankan ajaran agama
masing-masing (Pasal 28 Ayat 2 UUD 1945). Artinya, memakai paduan
kerudung dan seragam merupakan hak asasi bagi tentara maupun polwan
Muslimah yang dijamin konstitusi.
“Bahkan dalam ajaran Islam
itu sendiri, memakai jilbab bagi muslimah bukanlah sekedar hak asasi
saja. Namun, telah menjadi kewajiban asasi,” tuturnya.
Politikus perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), almarhumah
Yoyoh Yusroh, pernah menegaskan, mengenakan jilbab bagi seorang Muslimah
adalah hak yang diatur dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945. Karena itu, menurutnya, semua peraturan perundang-undangan
haruslah mengacu kepada hak dasar yang telah diatur dalam konstitusi
tersebut.
Yoyoh juga pernah mempertanyakan, kenapa Polwan dan
Korps Wanita TNI di Aceh diperbolehkan mengenakan jilbab tapi di daerah
lain tidak boleh.
“Sebaiknya diberikan izin atau diatur jika
ada Polwan dan Korps Wanita TNI yang ingin mengenakan pakaian dinas
berjilbab, jangan dilarang. Penggunaan jilbab itu bagi perempuan
muslimah di semua profesi dibolehkan dan nyatanya tidak pernah
menghambat kinerja mereka,” tegas almarhumah saat mempertanyakan hal
tersebut di DPR RI.
Menurutnya kala itu, pakaian seragam yang
dipadukan dengan kerudung tidak menghalangi aktivitas dan kelincahan
gerak para tentara wanita maupun polwan di lapangan. Hal ini telah
dibuktikan oleh para tentara wanita dan polwan berkerudung di sejumlah
negara mayoritas non-muslim seperti Hungaria, Inggris, Australia,
Selandian Baru, serta AS.
Bahkan, sejumlah negara Muslim
seperti Malaysia, Pakistan, Irak, Yordania, Mesir, dan sejumlah negara
Timur Tengah lainnya sangat bangga dengan semakin banyaknya para
prajurit wanita berjilbab, baik dari kalangan militer maupun polisi.
Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, sudah selayaknya Indonesia
mengizinkan para prajurit wanita dari institusi TNI maupun Polri untuk
berjilbab di seluruh wilayah NKRI, tidak hanya di Aceh saja.
(rn/kru/rol)
0 komentar:
SILAHKAN BERKOMENTAR DENGAN BAIK